Jumat, 10 September 2010

Konsep Fitrah Dalam Islam dan Relevansinya Dengan Aliran Konvergensi

Pendahuluan
Ada satu perkataan yang masih terngiang dalam benak penulis, yaitu yang mengatakan bahwa lebih enak mengatur bebek sekian banayaknya daripada mengatur seorang anak manusia. Sedemikian sulitkah mengatur anak manusia sehingga timbul perkataan seperti ini?. Mungkin perkataan ini ada benarnya, karena mengatur anak manusia yang memiliki faktor-faktor dasar seperti faktor bawaan (dasar), lingkungan dan lainya akan terasa sulit, berbeda halnya dengan bebek yang tidak memilikinya dan mungkin dengan satu isyarat dapat mengikuti apa yang dikehendaki manusia atau pemiliknya. Lalau bagaimana dengan membentuk (prkembangan) anak manusia yang notabenenya lebih luas maknanya dari pada halnya dengan sekedar mengatur?. Dalam makalah ini penulis mencoba memaparkan hal-hal dasar yang terdapat pada seorang anak manusia dalam pandangan Islam dan hubunganya dengan salah satu aliran psikologi perkembangan yaitu aliran Konvergensi.

Pembahasan
a. Konsep Fitrah dalam Islam
Kata fitrah, berasal dari akar kata fa tha ra, fathrun, yang memiliki arti pemisahan, pemecahan, pembelahan dan pematahan. kata bentukan fatharahu, berarti juga menciptakan dan mengadakan. Sedangkan kata bentukan futhira memiliki arti yang sama dengan thubi’a yakni melekatkan, menempelkan dan mencap. Dalam al-Quran disebut, thubi’a Allah ‘ala qulubihim (Allah telah menutup rapat hati mereka) memiliki makna yang sama dengan khatama (mengunci). Dari kata thubi’a inilah kemudian muncul kata thab’un yang merujuk kepada nature, asal muasal, atau kualitas-kualitas bawaan manusia, dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai tabiat. Dari sinilah, kemudian kata fitrah sinonim dengan sifat-sifat bawaan manusia, sesuatu yang tidak berubah dan telah ada sejak awal, naluri. Hal ini kemudian ditegaskan oleh Nabi, bahwa setiap bayi dilahirkan sesuai fithrah, dan ayahnyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. Untuk kemudian, kata fitrah ini sinonim dengan Islam, melegitimasinya sebagai agama yang cocok dengan naluri bawaan manusia, akal. Sebenarnya, pengambilan makna fitrah lewat model tadi adalah bentuk yang lazim di temui dalam kehidupan sehari-hari.
Maka dengan demikian perkembangan seseorang tidak dapat di lepaskan dari “fitrah”nya sebagai manusia. Sebagaimana yang disebutkan di Al -Quran yaitu pada Q.S. Al-Rum (30):30
فأقم وجهك للدين حنيفا فطرت الله التى فطر الناس عليها لا تبديل لخلق الله ذلك الدين القيم و لكن أكثر الناس لا يعلمون (الروم: 30 )
Artinya:
Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-lurusnya (sesuai dengan kecendeungan aslinya), itulah fitrah Allah, yang mana Allah menciptakan manusia mengetahuinya. (Q.S. al Rum [30]:30)
Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya manusia memiliki potensi dasar untuk beragama (berkembang) dengan baik dan benar. Sesuai dengan anugrah yang telah diberikan Allah kepada manusia seluruhnya, untuk kemudian berproses didalam lingkunganya. Tetapi dalam proses inilah seseorang memasuki masa yang penting, karena pengaruh yang ada pada frase ini dapat merubah yang baik menjadi buruk dan sebaliknya.
Sebagaimana yang dikatakan nabi Muhammad dalam salah satu haditsnya
كل مولود يولد على الفطرة, فأبواه يهودانه أو يمجّسانه أو ينصرانه أو يمجّسانه
Artinya:
Tiap-tiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya orang Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
Dari hadits nabi di atas dapat di tarik satu kesimpulan bahwa seorang anak manusia itu seperti sebuah adonan yang bisa di bentuk atau dididik sesuai keinginan yang mendidik. Dan pada dasrnya, seseorang itu layak dibentuk dengan bentuk yang baik dan juga layak dibentuk dengan bentuk yang buruk. Dalam pembentukan inilah lingkungan atau orang tualah yang memegang peranan penting, jadi kehati-hatian dalam mendidik seorang anak tidak boleh dipandang sebelah mata.
b. Konsep Perkembangan Manusia dalam Aliran Konvergensi
Aliran ini dikemukakan pertama kali oleh William Louis Stern seorang Jerman yang lahir di Berlin pada tanggal 29 april 1871. Aliran Konvergensi berpendapat bahwa didalam perkembangan individu baik dasar (bakat dan keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing individu, yang kemudian karena pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan dasar, lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan tidaklah cukup, misalnya: tiap anak manusia yang normal mempunyai bakat untuk berdiri di atas kedua kakinya, akan tetapi bakat sebagai kemungkinan ini tidak akan menjadi aktual (menjadi nyata) jika sekiranya anak manusia itu tidak hidup dalam lingkungan masyarakat manusia. Anak manusia yang semenjak kecilnya di asuh oleh srigala kemungkinan tidak akan dapat berdiri dan berjalan di atas kedua kakainya, mungkin dia akan berjalan di atas tangan dan kakinya (merangkak, seperti srigala).
a. Keturunan
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa sifat-sifat atau cirri-ciri pada seorang anak adalah keturunan, jika sifat-sifat atau ciri-ciri tersebut diwariskan atau diturunkan melalui sel-sel kelamin dan generasi yang lain. Jadi sebelum diputuskan sifat atau ciri yang terdapat pada seseorang itu keturunan atau bukan, harus di lihat dari dua faktor yaitu :
1. Persamaan sifat atau ciri-ciri,
2. Ciri atau sifat-sifat ini harus menurun melalui sel kelamin.
Maka dalam menggolongkan itu semua harus berhati-hati dalam memutuskan, apakah itu merupakan keturunan atau bukan. Dengan demikian suatu sifat atau ciri-ciri yang sama antara orang tua dan anaknya, belum dapat diambil kesimpulan bahwa sifat atau ciri-ciri pada anak itu merupakan keturunan. Contohnya, bapak yang malas mempunyai anak yang malas. Ini bukan berarti bahwa kemalasan anak itu adalah keturunan. Mungkin sifat malas pada anak itu disebabkan karena anak itu dengan tidak sadar meniru dari bapaknya, dalam hal ini kaitanya adalah dengan faktor lingkungan.
b. Lingkungan (environment)
Menurut Sartain (seorang psikolog dari Amerika) bahwa apa yang dimaksud dengan lingkungan adalah semua kondisi-kondisi dalam dunia ini yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku manusia, pertumbuhan, perkembangan atau life processes manusia, kecuali gen-gen, dan bahkan gen-gen dapat pula dipandang sebagai menyiapkan lingkungan bagi gen yang lain. Menurut Sartain lingkungan dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Lingkungan alam atau luar (external or physical environment)
2. Lingkungan dalam (internal environment)
3. Lingkungan sosial atau masyrakat (social environment).
Yang dimaksud dengan lingkungan alam atau luar adalah segala sesuatu yang ada di dunia ini selain manusia, seperti rumah, tumbuh-tumbuhan, air, iklim, hewan, dan lain-lain.
Yang dimaksud dengan lingkungan dalam adalah segala sesuatu yang termasuk lingkungan luar. Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan sosial adalah semua orang atau manusia lain yang mempengaruhi suatu individu. Pengaruh lingkungan sosial ada yang secara langsung dan ada yang tidak langsung. Pengaruh yang langsung seperti pergaulan dengan orang lain, keluarga, teman, dan lainnya. Dan pengaruh yang tidak langsung seperti radio, televisi, buku-buku, Koran dan lain-lain.
Tetapi, pengaruh lingkungan saja ternyata juga tidak cukup. Misalnya walaupun fasilitas yang mungkin diperlukan dalam rangka mendukung perkembangan dapat disediakan dengan sebaik-baiknya, tidak dapat menjamin keberhasilan (perkembangan) yang dicita-citakan oleh orang tua atau pendidiknya.
Banyak orang tua yang merasa gagal dalam mengarahkan anak-anaknya, dan tidak sedikit pula pendidik atau guru yang berkeluh kesah tentang muridnya yang tidak mencapai kemajuan yang maksimal meskipun banyak usaha telah dilakukan.
Aliran Konvergensi bisa dikatakan sebagai jembatan antara aliran Nativisme yaitu yang berpendapat bahwa perkembangan individu tergantung pada bakat dan pembawaan, dan aliran Empirisme yaitu yang berpendapat bahwa perkembangan individu tergantung pada bakat atau pembawaan dan pengalaman. Individu yang berkemampuan untuk mengalami dan menghayati adalah pandangan dari aliran Nativisme. Sedangkan individu yang megalami atau menghayati adalah obyek dari aliran Empirisme. Maka bisa dikatakan bahwa, Stern telah menggabungkan dua aliran psikology yang saling bersebrangan.
Selain itu masih ada satu hal yang perlu diketahui disini yaitu soal kematangan. Konsepsi Konvergensi mengatakan bahwa dasar sebagai kemungkinan, dimana jika mendapatkan lingkungan yang sesuai dasar-dasar tersebut akan menjadi nyata atau aktual. Akan tetapi perlu ditambahkan disini, bahwa dasar atau bakat yang telah tersedia itu bisa jadi belum matang, walaupun mendapat lingkungan yang baik untuk perkembangannya, tetapi tidk akan menjadi kenyataan. Misalnya saja bila anak manusia yang normal mempunyai dasar (kemungkinan) untuk dapat berjalan tegak di atas kedua kakinya aknan terasa sia-sia sekiranya jika, diajarkan pada anak yang baru berumur 5 atau 6 bulan untuk berjalan. Demikian pula tiap anak manusia yang normal di bekali kemungkinan untuk dapat berbicara, tetapi walaupun diperlengkapi dengan berbagai fasilitas yang diperlukan, tidak ada seorangpun yang mampu mengajar anak yang baru berumur 4 bulan untuk berbicara.
Maka dasar atau kemampuan bawaan yang ada pada anak jika sudah sampai pada masanya akan menjadi kenyataan jikalau mendapatkan lingkungan yang serasi, yang diperlukan untuk mendukung perkembangan tersebut. Masa matangnya suatu dasar kemampuan ini adalah masa peka yang harus dipergunakan dan dilayani sebaik-baiknya untuk berlangsungnya perkembangan yang baik atau yang dikehendaki.
c. Hubungan Antara Konsep Fitrah dan Teori Konvergensi
Secara ilmiah telah jelas, betapa hukum keturunan berpengaruh dalam memindahkan sifat-sifat orang tua kepada anak melalui gen-gen turunan. Manusia (terutama mereka yang memiliki kemampuan khusus dalam mengenal petunjuk-petunjuk wajah dan bentuk tubuh secara umum) dapat membedakan petunjuk-petunjuk keserupaan anak dan tingkat keserupaanya dengan kedua orang tuanya. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh nabi Muhammad S.A.W. yang mensyaratkan kepada kaumnya jikalau ingin menikah harus melihat kepada empat faktor yang salah satunya adalah nasab atau keturuan.
Dari sini tidak dapat dipungkiri bahwa faktor keturunan memainkan peranan penting dalam membentuk karakter dan bukan tidak mungkin berpengaruh pula pada pertumbuhan seorang individu.
Tetapi apabila diperhatikan lebih seksama, ternyata faktor keturunan hanya menempati beberapa persen saja dalam proses pembentukan individu. Contohnya seorang anak yang orang tuanya pintar, tidak lantas anak itu menjadi pintar seperti orang tuanya. Lalu berapa banyak orang shaleh, yang mempunyai anak yang jauh dari ajaran agama. Dan berbagai contoh lainya yang membuktikan bahwa faktor keturunan tidak sepenuhnya menentukan perkembangan seorang individu.
Maka disamping faktor pembawaan (fitrah) masih ada faktor lain yang ikut andil dalam pembentukan seorang individu yaitu faktor lingkungan. Sebagaimana yang telah disinggung diawal, didalam lingkngan inilah seorang individu berproses untuk menentukan dirinya sendiri sebagai akibat dari pengaruh-pengaruh yang ia dapatkan disekelilingnya. Pada proses inilah manusia akan membentuk dirinya sendiri, apakah ia akan menjadi baik, atau apakah ia akan menjadi buruk.
Maka dengan konsepsi seperti ini teori fitrah dalam Islam sejalan dengan salah satu teori perkembangan, yaitu teori konvergensi. Tetapi didalam Islam perkembangan seorang individu akan terasa lebih kompleks lagi, karena didalamnya faktor tauhid memegang peranan penting. Sebagaimana yang disebutkan di Al -Quran yaitu pada Q.S. Al-Rum (30):30
فأقم وجهك للدين حنيفا فطرت الله التى فطر الناس عليها لا تبديل لخلق الله ذلك الدين القيم و لكن أكثر الناس لا يعلمون (الروم: 30 )
Artinya:
Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-lurusnya (sesuai dengan kecendeungan aslinya), itulah fitrah Allah, yang mana Allah menciptakan manusia mengetahuinya. (Q.S. al Rum [30]:30)
Pada ayat al-Quran diatas terlihat jelas bahwa ketauhidan tidak dapat dilepaskan dari proses perkembangan manusia. Faktor tauhid menjadi nilai plus yang tidak dimiliki oleh semua teori perkembangan kecuali dalam Islam itu sendiri. Dari sini bisa dikatakan tori konvergensi sejalan dengan konsep fitrah dalam Islam, tetapi diantara keduanya terdapat perbedaan mendasar yaitu unsur tauhid.

Penutup
Dalam al-Quran disebut, thubi’a Allah ‘ala qulubihim (Allah telah menutup rapat hati mereka) memiliki makna yang sama dengan khatama (mengunci). Dari kata thubi’a inilah kemudian muncul kata thab’un yang merujuk kepada nature, asal muasal, atau kualitas-kualitas bawaan manusia, dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai tabiat. Dari sinilah, kemudian kata fitrah sinonim dengan sifat-sifat bawaan manusia.Konsep fitrah sejalan dengan salah satu hadits nabi yang mengatakan :
كل مولود يولد على الفطرة, فأبواه يهودانه أو يمجّسانه أو ينصرانه أو يمجّسانه
Artinya:
Tiap-tiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya orang Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
Teori fitrah sejalan dengan salah satu teori perkembangan modern yaitu aliran konvergensi yang berpendapat bahwa selain keturunan, lingkungan mempunyai andil dalam proses perkembangan individu.
Walaupun sejalan, antara konsep fitrah dan aliran konvergensi terdapat faktor yang membedakan antara keduanya, yaitu faktor tauhid.


Referensi
Mazhahiri Husain, Pintar Mendidik Anak Jakarta: Lentera, 2002, cet ke 5
Sarwono Saelito Wirawan, Berkenalan dengan Aliran-Aliran dan Tokoh-Tokoh Psikologi Jakarta: Bulan Bintang, 1991
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991
Sumardi Suryobroto, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: Rake Sarasin P.O. BOX 83, 1990
Basuki, M Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2007

Perencanaan Sistem Pembelajaran - Life Skill

PENDAHULUAN
Dalam sebuah struktur kurikulum berbasis kompetensi tingkat satuan pendidikan, kegiatan pembelajaran termasuk salah satu komponen yang harus ada, selain kurikulum dan hasil belajar,penilaian berbasis kelas, dan pengolahan kurikulum berbasis madrasah. Kegiatan pengolahan pembelajaran merupakan gagasan-gagasan pokok tentang kegiatan pembelajaran yang akan dijadikan sebagai pedoman untuk tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ditetapkan serta memuat gagasan–gagasan paedagogis dan andragogis untuk mengelola pembelajaran agar berjalan secara efektif dan efesien.oleh karena itu di buatlah beberapa kegiatan untuk mengefektifitaskan pembelajaran sebagaimana berikut: prinsip-prinsip dalam kegiatan pembelajaran, penyediaan pengalaman belajar, pengembangan keterampilan hidup siswa, pengelolahan kelas, pengelolahan siswa, pengelolahan pembelajaran, pengolahan isi/materi pembelajaran, pengolahan sumber belajar.
Seiring dengan pemberian pengalaman belajar kepada siswa ,tak kalah pentingnya dalam pembelajaran berbasis kompetensi pada tingkat satuan pendidikan dalam pemberian kecakapan hidup kepada siswa atau lebih dikenal dengan sebutan “ life skill ”. life skill merupakan pemberian keterampilan-keterampilan kepada siswa untuk dapat menjalankan kehidupan baik sebagai mahluk sosial, mahluk individu, maupun sebagai mahluk tuhan.
PENGERTIAN LIFE SKILL
Menurut 2 organisasi terbesar di dunia pengertian life skill sebagaimana berikut:
The World Health Organization has defined life skills as “ the abilities for adaptive and positive behavior that enable individuals to deal effectively with the demands and challenges of everyday life”.
The UNICEF defines life skills as “ a behavior change or behavior development approach designed to address a balance of three areas: Knowledge, attitude and skills”.

TUJUAN PEMBERIAN DAN PENGEMBANGAN LIFE SKILL
Dalam hal ini pemberian dan pengembangan pada siswa mempuyai maksud dan tujuan sebagaimana berikut:
1. Memfungsikan pendidikan sebagai fitrahnya,
2. Memberi peluang kepada lembaga pelaksana pendidikan agar dapat mengembangkan pembelajaran secara fleksibel, dan bisa memanfaatkan sumber daya pendidikan yang ada dimasyarakat.
3. Memberikan bekal tamatan dengan kecakapan hidup agar kelak mampu dan bisa menghadapi permasalahan yang ada dalam kehidupan.
Jelas bahwa dari uraian diatas pemberian dan pengenbangan kepada siswa diperlukan agar siswa mampu dan sukses dalam menjalani kehidupan dengan dibekali berbagai keterampilan-keterampilan hidup, agar anak bisa mengarungi bahtera kehidupan setelah menyelesaikan suatu jenjang pendidikan dan terjun ke masyarakat serta terlibat di dalamnya.

Secara umum kecakapan hidup dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Kecakapan hidup umum adalah kecakapan hidup yang dibutuhkan di tengah-tengah masyarakat
2. Kecakapan hidup khusus adalah kecakapan yang dibutuhkan secara khusus dalam bidang akademis dan kemampuan dalam melakukan dan menyelesaikan suatu pekerjaan
Kecakapan hidup umum
Kecakapan hidup umum dibagi menjadi:
1. Kesadaran diri
Kecakapan hidup yang berkaitan dengan kemampuan potensi hidup sebagai mahluk tuhan,ini semua meliputi: a.kesadaran sebagai mahluk tuhan b.sadar akan potensi diri c.sadar sebagai mahluk sosial d.sadar sebagai mahluk lingkungan

2. Kecakapan berfikir
Kecakapan hidup yang menggunakan akal pikiran dalam menggali, mengola serta memanfaatkan informasi dalam rangka menyelesaikan masalah-masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Kecakapan komunikasi
Kecakapan hidup yang berkaitan dengan keterampilan mengolah dan menyampaikan pesan kepada pihak yang di ajak berkomunikasi.yang meliputi (a) keterampilan mengemas dan meramu pesan yang di sampaikan (b) keterampilan menggunakan alat atau media untuk disampaikan (c) keterampilan menyakinkan pesan atau informasi, bahwa pesan dan infotmasi tersebut penting disampaikan.

4. Kecakapan bekerjasama
Kecakapan hidup individu agar dapat bekerjasama dan diterima oleh orang lain ataupun kelompok kecil maupun besar dalam suatu kegiatan

Kecakapan hidup khusus
Kecakapan hidup khusus dibagi menjadi:
1. Kecakapan akademik
Kemampuan berfikir secara ilmiah yang mana meliputi: (a) identifikasi variable (b) merumuskan hipotesis (c) melaksanakan penelitian


2. Kecakapan vocasional
Kecakapan yang terkait dengan keterampilan suatu pekerjaan yang ditekuni, yang mana meliputi: (a) kecakapan memanfaatkan teknologi, (b) mengelola sumber daya, (c) bekerjasama dengan orang lain, (d) memanfaatkan informasi, (e) mengelola system, (f) berwirausaha, (g) kecakapan kejuruan, (h) memilih dan mengembangkan karir, (i) menjaga harmoni dengan lingkungan

SISTEM PENILAIAN DAN RENCANA TINDAK LANJUT

Berbicara mengenai sistem penilaian yang merupakan suatu aktifitas yang menunjang serta mendukung dalam proses perkembangan suatu lembaga pendidikan, dengan adanya akan lebih terukur sampai dimana kegiatan pendidikan itu berjalan dengan baik, proses penilaian bisa menyediakan fakta- fakta dan membawa kesimpulan yang mungkin membawa perubahan maksud- maksud, putusan- putusan, dan rencana- rencana yang lebih baik dan sumbangan- sumbangan yang lebih efektif dari para anggota organisasi dalam melaksanakan rencana- rencana.
Jadi dengan menggunakan proses penilaian itu efektifitas seluruh organisasi dan tiap- tiap bagiannya bisa ditentukan. Maka makalah ini akan membahas tentang penilaian, rencana tindak lanjut yang diupayakan, prinsip- prinsip penilaian kelas, fungsi dan tujuan penilaian, manfaat dan keunggulan penilaian kelas, serta cara- cara menindak lanjuti dalam permasalahan yang dilakukan murid maupun terhadap siswa yang berprestasi.
Konsep penilaian & rencana tindak lanjut
Sebelum melangkah lebih jauh terlebih dahulu kita memahami maksud dari penilaian itu sendiri, apa konsep penilaian dan apa itu rencana tindak lanjut ?
Penilaian adalah unsur yang sangat penting dari keseluruhan proses administrasi, yang dimaksud yaitu proses yang menentukan betapa baik program- program atau kegiatan- kegiatan sedang mencapai maksud- maksud yang telah ditetapkan, yang tidak lain untuk memperoleh dasar bagi pertimbangan pada akhir suatu periode, untuk menjamin cara bekerja yang efektif dan efisien, untuk memperoleh fakta- fakta tentang kesukaran- kesukaran serta menghindarkan situasi yang dapat merusak, dan untuk memajukan kesanggupan para guru dan orang tua murid dalam mengembangkan organisasi sekolah .
Evaluasi merupakan pengukuran ketercapaian program pendidikan, perencanaan suatu program substansi pendidikan termasuk kurikulum dan pelaksanaannya, pengadaan dan peningkatan kemampuan guru, pengelolaan pendidikan, dan reformasi pendidikan secara keseluruhan.
Pada kurikulum berbasis kompetensi, komponen penilaiannya dikenal dengan penilaian berbasis kelas didalamnya terdapat proses pengumpulan, laporan,dan penggunaan informasi tentang belajar siswa yang di peroleh melalui pengukuran untuk menganalisis atau menjelaskan untuk kerja atau prestasi siswa dalam mengerjakan tugas tugas terkait. Proses penilaia mecakup pengumpulan sejumlah bukti-bukti yang menunjukan hasil pencapaian hasil belajar. Penilaian berbasis kelas menggunakan pengertian penilaian sebagai ‘assesment’ yaitu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh dan mengefektifkan informasi tentang hasil belajar siswa pada tingkat kelas selama dan setelah kegiatan belajar mengajar. atau informasi dari penilaian berbasis kelas merupakan salah satu bukti yang dapat di gunakan untuk mengukur keberhasilan suatu program pendidikan.
• Fungsi & tujuan penilaian
• Prinsip penilaian kelas & prosedur penilaian
• Masalah-masalah murid & penyelesaiannya
• Bantuan yang dilakukan untuk mengatasi murid yang bermasalah & dorongan terhadap murid yang berprestasi.
Rencana Tindak Lanjut ( RTL)/ Langkah- langkah yang dilakukan
Maksud proses penilaian adalah untuk meningkatkan efektifitas organisasi, maka perlu untuk mencoba suatu penilaian umum tentang seluruh perbuatan organisasi dengan beberapa langkah sebagai berikut :
1. Langkah pertama dalam proses penilaian adalah pilihan dan perumusan apa yang hendak dinilai.
2. Langkah kedua yang sangat penting dalam proses penilaian ialah penetapan kriteria untuk mempertimbangkan apapun yang akan dinilai itu.
3. Langkah ketiga ialah penetapan tentang data macam apa yang benar- benar berhubungan dengan kriteria itu dan bagaimana data itu bisa dikumpulkan.
4. Langkah keempat dan terakhir ialah penetapan tentang data dalam kata- kata kriteria yan telah ditetapkan. Berikut merupakan cara- cara melakukan penilaian : Penilaian Melalui Portofolio (Portfolio), Penilaian Melalui Unjuk Kerja (Performance), Penilaian Melalui Penugasan (Proyek/Project), Penilaian Melalui Hasil kerja (Produk/Product), Penilaian Melalui Tes Tertulis (Paper & Pen)

Prinsip penilaian kelas
Untuk melengkapi tulisan lain mengenai Penilaian Kelas yakni manfaat dan fungsi penilaian kelas, dan kriteria penilaian kelas, berikut uraian tentang prinsip penilaian kelas.
Dalam melaksanakan penilaian, guru seyogjanya:
a. Memandang penilaian dan kegiatan pembelajaran secara terpadu, sehingga penilaian berjalan bersama-sama dengan proses pembelajaran.
b. Mengembangkan tugas-tugas penilaian yang bermakna, terkait langsung dengan kehidupan nyata.
c. Mengembangkan strategi yang mendorong dan memperkuat penilaian sebagai cermin diri.
d. Melakukan berbagai strategi penilaian di dalam program pembelajaran untuk menyediakan berbagai jenis informasi tentang hasil belajar peserta didik.
e. Mempertimbangkan berbagai kebutuhan khusus peserta didik.
f. Mengembangkan dan menyediakan sistem pencatatan yang bervariasi dalam pengamatan kegiatan belajar peserta didik.
g. Menggunakan cara dan alat penilaian yang bervariasi. Penilaian kelas dapat dilakukan dengan cara tertulis, lisan, produk, portofolio, unjuk kerja, proyek, dan pengamatan partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran sehari-hari sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai.
h. Melakukan Penilaian kelas secara berkesinambungan terhadap semua Stándar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
i. Mengadakan ulangan harian bila sudah menyelesaikan satu atau beberapa indikator. Dengan demikian tidak perlu menunggu menyelesaikan 1 KD, karena ruang lingkupnya besar.
Pelaksanaan ulangan harian dapat dilakukan dengan penilaian tertulis, penilaian lisan, penilaian unjuk kerja, atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi atau kompetensi yang dinilai. Ulangan tengah semester dilakukan bila telah menyelesaikan beberapa kompetensi dasar dipertengahan semester, sedangkan ulangan akhir semester dilakukan setelah menyelesaikan semua kompetensi dasar semester bersangkutan. Ulangan kenaikan kelas dilakukan pada akhir semester genap dengan menilai semua kompetensi dasar semester ganjil dan genap, dengan penekanan pada kompetensi dasar semester genap. Guru menetapkan tingkat pencapaian kompetensi peserta didik berdasarkan hasil belajarnya pada kurun waktu tertentu (akhir semester atau akhir tahun).
Menurut Drs, Ngalim Purwanto, Dkk , untuk melaksanakan evaluasi dalam pendidikan dengan sebaik- baiknya, setiap guru hendaknya mengetahui prinsip- prinsip sebagai berikut :
1. prinsip integritas (keseluruhan). Dalam prinsip ini untuk pelaksanaannya diperlukan bermacam- macam teknik, yang dinilai bukan hanya kecerdasan atau hasil pelajaran melainkan seluruh pribadinya.
2. Prinsip kontinuitas, karena pendidikan merupakan suatu proses yang kontinyu, maka hasil yang diperoleh di suatu waktu harus dihubungan dengan hasil- hasil penilaianpada waktu sebelumnya, sehingga dengan demikian dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang perkembangan anak didik.
3. Prinsip objektifitas, tiap penilaian harus diusahakan dilakukan seobjektif- seobjektifnya. Dalam hal ini perasaan si penilai harus dijauhkan, tidak boleh mempengaruhi penilaian, juga situasi yang dialami sipenilai jangan hendaknya mempengaruhi evaluasi yang dijalankan. Penilaian yang objektif adalah penilaian yang didasarkan semata- mata atas kenyataan yang sebenarnya.
4. Prinsip koperatif, bahwa setiap penilaian hendaknya dilakukan bersama- sama oleh semua guru yang bersangkutan. Prinsip ini sangat erat hubungannya dengan ketiga prinsip diatas.
Agar penilaian objektif, guru harus berupaya secara optimal untuk (1) memanfaatkan berbagai bukti hasil kerja peserta didik dan tingkah laku dari sejumlah penilaian, (2) membuat keputusan yang adil tentang penguasaan kompetensi peserta didik dengan mempertimbangkan hasil kerja (karya) mereka, Tujuan dan Fungsi Penilaian Hasil Belajar
Tujuan Penilaian Kelas
• Penilaian kelas dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar siswa, guna menetapkan sampai sejauhmana siswa telah menguasai kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
• Penelurusan yaitu untuk menelusuri agar proses pembelajaran anak didik tetap sesuai dengan rencana.
• Pengecekan yaitu untuk mengecek adakah kelemahan-kelemahan yang dialami anak didikdalam proses pembelajaran.
• Pencarian yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran.
• Penyimpulan yaitu untuk menyimpulkan apakah anak didik telah menguasai seluruh kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum atau belum.
Fungsi Penilaian
Penilaian kelas yang disusun secara berencana dan sistematis oleh guru memiliki fungsi motivasi, belajar tuntas, efektifitas pengajaran dan umpanbalik. Kemudian fungsi yang lainnya juga :
• Sebagai alat untuk menetapkan penguasaan siswa terhadap kompetensi.
• Sebagai bimbingan,
• Sebagai alat diagnosis,
• Sebagai alat prediksi
• Sebagai grading,
• Sebagai alat seleksi,
Menurut Dr. Suharsimi Arikunto mengenai tujuan dan fungsi penilaian ada beberapa hal :
1. Penilaian berfungsi selektif, dengan cara mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya.
2. Penilaian berfungsi diagnostik, dengan mengadakan diagnosa kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya. Maka dengan demikian guru akan lebih mudah cara untuk mengatasi kelemahan dan lebih mengembangkan pribadi siswa.
3. Penilaian berfungsi sebagai penempatan, dapat menentukan dengan pasti dimana seorang siswa harus ditempatkan.
4. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan, dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana program berhasil diterapkan. Keberhasilan faktor ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu faktor guru, metode mengajar, kurikulum, sarana dan sistem administrasi.
Kalau kita telusuri mengenai segi manfaat dan keunggulan penilaian kelas yang merupakan factor yang mendukung proses pendidikan, dilihat dari segi Manfaat penilaian kelas, yaitu: Sebagai umpan balik bagi siswa agar mengetahui kemampuan dan kekurangannya, Untuk memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami siswa, Sebagai umpan balik bagi guru untuk memperbaiki proses belajar mengajar, Sebagai informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang efektivitas pendidikan.
Kemudian kalau dari segi Keunggulan penilaian kelas, yaitu: memungkinkan adanya kesempatan yang terbaik bagi siswa untuk menunjukkan apa yang dipahami dan mampu dikerjakannya, Prestasi belajar siswa terutama tidak dibandingkan dengan prestasi kelompok, tetapi dengan prestasi atau kemampuan yang dimiliki sebelumnya, Pengumpulan informasi dilakukan dengan berbagai cara, Siswa tidak sekedar dilatih memilih jawaban yang tersedia, tetapi lebih dituntut menanggapi dan memecahkan masalah, siswa diberi kesempatan memperbaiki prestasi belajarnya, Penilaian tidak hanya dilaksanakan setelah proses belajar-mengajar (PBM) tetapi dapat dilaksanakan ketika PBM sedang berlangsung (penilaian proses), Kriteria penilaian karya siswa dapat dibahas guru dengan para siswa sebelum karya itu dikerjakan sehingga secara tidak langsung terdorong agar berusaha mencapai harapan (expectations) (standar yang dituntut) guru.
Menurut Tim MKDK IKIP Semarang ada lima hal yang melatarbelakangi perlunya layanan bimbingan di sekolah yakni: masalah perkembangan individu, masalah perbedaan individual, masalah kebutuhan individu, masalah penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku, dan masalah belajar
Dalam hal ini sebagai Guru harus membimbing dalam perbedaan dan permasalahan, tiap individu maupun kelompok. Sardiman menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan BK, yaitu:
1. Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
2. Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
3. Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
4. Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
5. Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
6. Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
7. Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar. . 8. Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
9. Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.
Masalah-masalah siswa
Masalah-masalah siswa yaitu: Suatu kondisi tertentu yang dialami oleh seseoarang muridf dan menghambat kelancaran prosaa belajarnya.kondisi tertentu dapat berkeneen dengan keadaan dirinya, yaitu berupa kelemahan-kelemahan yang dimilikinya dan juga dapat berkenaan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid yang terbelakang saja, tetapi juga dapat menimpa murid yang pandai atau yang cerdas.
Masalah-masalah belajar pada dasarnya dapat digolongkan atas ( kognitif/ intelektual dan afektif/ perilaku ), yaitu :
1. Sangat cepat dalam belajar, yaitu murid-murid yang tampaknya memiliki bakat akademik yang cukup tinggi, memiliki IQ 130 atau lebih, dan memerlukan tugas-tugas khusus yang terencana.
2. Keterlambatan akademik, yaitu murid yang tampaknya memiliki intelegensi normal tetapi tidsk dapat memanfaatkannya secara baik.
3. Lambat belajar, yaitu murid yang tampaknya memiliki kemampuan yang kurang memadai. Mereka memiliki IQ 70-90 sehingga perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan bantuan khusus.
4. Penempatan kelas, yaitu murid-murid yang umur, kemampuan, ukuran, dan minat-minat social yang terlalu besar atau terlalu kecil untuk kelas yang ditempatinya.
5. Kurang motif dalam belajar, yaitu untuk murid-murid yang kurang semangat dalam belajar, mereka tampak jerah dan malas.
6. Sikap dan kebiasaan buruk, yaitu murid-murid yang kegiatan atau perubuatannya berlawanan atau tidak sesuai dengan seharusnya seperti suka marah, menunda-nunda tugas, belajar pada saat akan ujian saja
7. Kehadiran di madrasah, yatu murid-murid yang sering tidak hadir atau yang menderita sakit dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga kehilangan sebagian besar kegiatan belajaranya.

Murid-murid seperti di atas perlu mendapatkan bantuan dari guru mereka dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan balajar mereka secara baik dan terarah. Pada gilirannya mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan dalam pengajaran, Setelah guru mengetahui siapa murid yang bermasalah dalam belajar dan jenis masalah yang dialaminya, selanjutnya guru perlu mengungkapkanya mengapa masalah itu terjadi, untuk mengungkapnya, guru harus membantu bagaimana mengatasi masalah yang dialami muridnya dalam belajar, salah satunya dengan menyuruh siswa agar rajin belajar di rumah.
Menurut Abdul Majid dalam bukunya adanya empat pola tingkah laku yang sering Nampak di sekolah , antara lain:
1. Pola aktif konstruktif, yaitu pola tingkah laku yang ekstrim, ambisius untuk menjadi untuk menjadi super star di kelasnya dan berusaha membantu guru dengan sepenuh hati.
2. Pola aktif destruktif, yaitu pola tingkah laku yang diwujudkan dalam bentuk banyolan (gurauan), suka marah, kasar dan memberontak.
3. Pola pasif konstruktif, yaitu pola yang menunjukkan kepada satu bentuk tingkah laku yang lamban dengan maksud supaya selalu dibantu dan mengharapkan perhatian.
4. Pola pasif destruktif, yaitu pola tingkah laku yang menunjukkan kemalasan (sifat malas) dan keras kepala.
Namun usaha pemecahan masalah siswa dalam pengelolahan siswa merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam rangka penyediaan kondisi yang optimal agar proses belajar mengajar berjalan efektif. Adapun tindakan yang seharusnya dilakukan oleh guru dibagi menjadi dua, yaitu: usaha yang bersifat pencegahan dan usaha yang bersifat penyembuhan .
Mengenai usaha yang bersifat pencegahan, dengan cara :
1. Guru selalu memiliki waktu untuk semua perilaku anak didik, baik yang mempunyai perilaku positif maupun negatif (menunjukkan sikap tanggap, terlibat secara fisik maupun mental).
2. Guru harus mampu membagi perhatian kepada semua peserta didik, baik verbal maupun non- verbal.
3. Memusatkan perhatian kelompok kepada tugas- tugasnya dari waktu ke waktu.
4. Memberi petunjuk- petunjuk yang jelas.
5. Menegur, bila menunjukkan perilaku yang mengganggu atau menyimpang.
6. Memberikan penguatan, perilaku peserta didik baik positif maupun negatif .
Adapun usaha yang bersifat penyembuhan (kuratif), langkah- langkahnya menurut Johar Permana sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi Masalah, untuk mengetahui atau mengenal masalah- masalah pengelolaan kelas yang timbul dalam kelas.
2. Menganalis masalah, menganalis jenis penyimpangannya kemudian menentukan alternatif penanggulangannya.
3. Menilai alternatif- alternatif pemecahan, menilai dan memilih pemecahan masalah yang dianggap tepat dalam menanggulangi masalah.
4. Mendapatkan balikan, guru melaksanakan monitoring untuk menilai pelaksanaan dari alternatif pemecahan yang dipilih untuk menjadikan anak didik tahu, sadar, semata- mata hal itu untuk perbaikan, baik peserta didik maupun madrasah.
Terdapat pendapat lain mengenai Cara mengatasi sebab-sebab terjadinya masalah ada 2 tahap yang harus dilalui, yaitu:
1. Menentukan lokasi atau letak masalah
2. Memperkirakan sebab-sebab terjadinya masalah belajar

Tahap penentuan letak masalah merupakan tahap penentuan dimana sebenarnya masalah itu terjadi. Yang bertujuan untuk merubah tingkah laku murid sesuai yang diharapkan. Setelah guru mengetahui letak masalah yang sesungguhnya, guru dapat memperkirakan sebab-sebab yang dialami murid dalam belajar. Menentukan sebab-sebab ini sangatlah sukar karena masalah belajar itu sangat kompleks.
Hal ini mengandung pengertian masalah belajar dapat timbul oleh berbagai sebab yabg berlainan, contohnya: masalah belajar yang dialami oleh dua orang murid belum tentu disebabkan oleh faktor yang sama. Misalnya: dua orang murid tidak bisa membaca tulisan gurunya. Murid yang satu mungkin disebabkan menderita penglihatan vyang jauh dan yang lainnya disebabkan karena tidak menguasai tata bahasa yabg benar. Keduanya, dari sebab yang sama dapat timbul masalah yang berlainan. Sering kali pada kondisi masalah yang sama dapat dimiliki oleh seorang murid atau lebih menimbulkan masalah yang berlainan pada masing-masing individu. Uraian diatas memaparkan secara teknis langkah-langkah yang harus ditempuh dalam mengungkapkan sebab-sebab terjadinya masalah yang dialami oleh murid.
Beberapa metode yang dilakukan Hussain Mazhariri untuk mengatasi masalah- masalah yang negatif, yaitu : bersikap tidak membedakan, perhatian dan pengarahan yang baik, menanamkan taqwa dalam jiwa, berlindung kepada Allah .
Menilai prestasi siswa
Menilai perilaku murid mulai di kelas dan dimulai oleh guru kelas. Guru mempunyai du maksud pokok untuk penilaian, yaitu : untuk mengetahui betapa baik bahan pelajaran telah diajarkan dan untuk mengetahui betapa baik bahan pelajaran telah dipelajari. Test belajar prestasi ialah alat yang banyak dipakai untuk pengukuran ini .
Satria Hadi Lubis14 urgensi memotivasi untuk tetap berprestasi, yaitu: selalu bersemangat, tekun dalam bekerja dan belajar, tidak tergantung pada motivasi dari orang lain, selalu berinisiatif dan kreatif, produktif dalam bekerja dan belajar, tercapainya tujuan yang diinginkan, meraih tujuan dengan lebih cepat, optimis terhadap masa depan, menikmati hidup dan belajar, terhindar dari kesepian, terhindar dari rasa jenuh, menunaikan kewajiban syar’I, melaksanakan sunnah Rosul, memperoleh kesuksesan dunia akhirat .

Kesimpulan
Dengan demikian proses yang menentukan betapa baik program- program atau kegiatan- kegiatan sedang mencapai maksud- maksud yang telah ditetapkan, yang bertujuan untuk menjamin cara bekerja yang efektif dan efisien, untuk memperoleh fakta- fakta tentang kesukaran- kesukaran serta menghindarkan situasi yang dapat merusak, dan untuk memajukan kesanggupan para guru dan orang tua murid dalam mengembangkan organisasi sekolah dengan berbagai tindak lanjut yang beragam.

Serta tak lupa mengetahui tujuan dan fungsi dari penilaian itu sendiri dengan maksud untuk memudahkan dalam penilaian yang berupaya untuk pengoptimalan dan pengefektifan proses pendidikan di sekolah. Dengan mengetahui permasalahan- permasalahan yang terjadi pada siswa akan lebih mudah mengetahui penyimpangan- penyimpangan yang terjadi khususnya pada siswa untuk perbaikan individu maupun pihak sekolah dengan berbagai dorongan yang beragam.

Manfaat Logika

Paling kurang ada empat kegunaan logika: pertama, membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berfikir secara rasional, kritis, lurus, tepat, tertib, metodis, dan koheren; kedua, meningkatkan kemampuan berfikir secara abstrak, cermat, objektif; ketiga, menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berfikir secara tajam dan mandiri; keempat, meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kekeliruan serta kesesatan.
Bagi ilmu pengetahuan, logika merupakan keharusan. Tidak ada ilmu penegtahhuan yang tidak didasarkan pada logika. Ilmmu penegetahuan tanpa logika tidak akan mencapai kebenaran ilmiah. Sebagaimana dikemukakan oleh bapak logika Aristoteles, logika benar-benar merupakan alat bagi seluruh ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, barang siapa yang mempelajari logika, sesungguhnya ia telah menggenggam master key untuk membuka semua pintu masuk keberbagai disiplin ilmu pengetahuan.
dalam kajian epistomelogi, pengetahuan disebut benar jika ia diperoleh melalui cara-cara yang bertanggung jawab dan menunujukkan adanya kesesuaian dengan kenyataan. Yang dimaksud dengan cara yang bertanggung jawab adalah cara yang secara formal bisa diterima oleh akal sehat. Sedang yang dimaksud dengan sesuai dengan keadaan pengetahuan yang secara materiil bisa dibuktikan pada kenyataan.
Dalam proses pengetahuan itu, logika berperan pad posisi yang pertama, yaitu sebagai “jalan” atau cara yang sehat untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Maka logika merupakan hukum atau peratuaran normal, yang dengan melaluinya akan diperoleh pengetahuan yang benar. Disebut “akan diperoleh” karena belum tentu benar-benar akan diperoleh. itulah sebabnya, dengan mengikuti “jalan”nya, logika “menjanjikan” hanya akan diperoleh pengetahuan yang “tepat”.

Pengertian Logika

Logika merupakan bagian dari kajian epistemologi, yaitu cabang filsafat yang membicarakan pengetahuan. Yang mana secara etimologi, logika adalah istilah yang dibentuk dari kata logikos yang berasal dari kata benda logos. Kata logos berarti sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal (pikiran), kata, percakapan atau ungkapan lewat bahasa. Kata logikos berarti mengenai sesuatu yang diutarakan, mengenai suatu pertimbangan akal, mengenai kata, mengenai percakapan, atau yang berkenaan dengan ungkapan lewat bahasa. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa logika adalah suatu pertimbangan akal atau pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut logike episteme atau dalam bahasa latin disebut logica scientia yang berarti ilmu logika, namun sekarang ini lazim disebut logika. Dan ia bisa dikatakan ruh dari filsafat. Mungkin tidak ada filsafat kalau tidak ada logika.

Sejarah Munculnya Ilmu Logika

Nama logika pertama kali muncul pada Filsuf Cicero (abad ke-1 sebelum Masehi) tetapi dalam arti “seni berdebat”. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah Masehi) adalah orang pertama yang mempergunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita.
Yunani adalah negeri asal ilmu mantiq atau logika karena banyak penduduknya yang mendapat karunia otak cerdas. Negeri Yunanai, terutama Athena diakui menjadi sumber berbagai ilmu. Socrates, Plato, Aristoteles dan banyak yang lainnya adalah tokoh-tokoh ilmiah kelas super dunia yang tidak ada ilmuwan nasional dan internasional tidak mengenalnya sampai sekarang dan akan datang. Tetapi, khusus untuk logika atau ilmu mantiq Aristoteleslah yang menjadi guru utamanya.
Akan tetapi, meski Aristoteles terkenal sebagai “Bapak Logika”, itu tidak berarti bahwa sebelum dia tidak ada logika. Segala orang ilmiah dan ahli filosofi sebelum Aristoteles menggunakan logika sebaik-baiknya. Dalam literatur lain, disebutkan bahwa Aristoteleslah orang yang pertama kali meletakkan ilmu logika, yang sebelumnya memang tidak pernah ada ilmu tentang logika tersebut. Maka tak heran jika ia dijuluki sebagai “Muallim Awwal” (Guru pertama). Bahkan Filosof Besar Immanuel Kant mengatakan 21 abad kemudian, bahwa sejak Aristoteles logika tidak maju selangkah pun dan tidak pula dapat mundur.
Sepintas, ada beragam pendapat tentang siapa peletak pertama ilmu logika ini. Akan tetapi jika ditelisik lebih mendalam, maka akan tampak suatu benang merah bahwa sebelum Aristoteles memang ada logika, akan tetapi ilmu logika sebagai ilmu yang sistematis dan tersusun resmi baru muncul sejak Aristoteles, dan memang dialah yang pertama akali membentangkan cara berfikir yang teratur dalam suatu sistem.
Kecerdasan penduduk Yunani itulah barangkali yang telah menyebabkan antara lain, lahirnya kelompok Safshathah. Kelompk ini dengan ketangkasan debat yang mereka miliki menghujat dan malah merusak sistem sosial, agama dan moral dengan cara mengungkap pernyataan-pernyataan yang kelihatannya sebagai benar, tetapi membuat penyesatan-penyesatan pemikiran nilai dan moral.
Di antara pernyataan-pernyataan mereka adalah:
Kebaikan adalah apa yang Anda pandang baik
Keburukan adalah apa yang anda pandang buruk
Apa yang diyakini benar oleh seseorang, itulah yang benar buat dia
Apa yang diyakini salah oleh seseorang, itulah yang salah buat dia
Aristoteles (384 –322 SM.) berusaha mengalahkan mereka secara ilmiah dengan pernyataan-pernyataan logis yang brilian. Pernyataan itu ia peroleh melalui diskusi dengan murid-muridnya. Karya Aristoteles itu sangat dikagumi pada masanya dan masa sesudahnya sehingga logika dipelajari di setiap perguruan. Plato (427-347 SM.), Murid Socrates hanya menambahnya sedikit. Immanuel Kant (1724-1804 M) pemikir terbesar bangsa Jerman menyatakan bahwa logika yang diciptakan Aristoteles itu tidak bisa ditambah lagi walau sedikit karena sudah cukup sempurna.
Logika formal merupakan hasil ciptaan Aristoteles yang dirintis oleh retorika kaum Shofis dan dialektika yang umum digunakan untuk menimbang-nimbang pada masa hidup Plato. Inti pokok logika Aristoteles ialah ajarannya mengenai penalaran dan pembuktian. Baginya, penalaran pertama-tama merupakan silogisme yang di dalamnya berdasar dua buah tanggapan orang menyimpulkan tanggapan ketiga. Untuk dapat secara lurus melakukan penyimpulan ini perlu diketahui mengenai hakikat tanggapan, ada tanggapan singular dan tanggapan particular.
Akan tetapi Konsili Nicae (325 M), menyatakan menutup pusat-pusat pelajaran filsafat Grik di Athena, Antiokia dan Roma. Pelajar logika juga dilarang kecuali bab-bab tertentu saja yang dipandang tidak merusak akidah kristiani. Hal ini merupakan pukulan mematikan bagi filsafat Yunani dan sekaligus logika. Sejak masa itu sampai hampir seribu tahun lamanya alam pemikiran di Barat menjadi padam, sehingga dikenal dengan zaman Drak Ages (zaman gelap).
Pada abad ke-7 Masehi berkembanglah agama islam di jazirah Arab dan pada abad ke-8, agama ini telah dipeluk secara meluas ke Barat sampai perbatasan Perancis sampai Thian Shan. Dizaman kekuasaan khalifah Abbasiyyah sedemikian banyaknya karya-karya ilmiah Yunani dan lainya diterjemahkan ke dalam bahasa, sehingga ada suatu masa dalam sejarah islam yang dijuluki dengan Abad Terjemahan. Logika karya Aristoteles juga diterjemahkan dan diberi nama Ilmu Mantiq.
Di antara ulama dan cendikiawan muslim yang terkenal mendalami, menerjemah dan mengarang di bidang ilmu Mantiq adalah Abdullah bin Muqaffa’, ya’kub Ishaq Al-Kindi, Abu Nasr Al-farabi, Ibnu Sina, Abu Hamid Al-Gahzali, Ibnu Rusyd, Al-Qurthubi dan banyak lagi yang lain. Al-Farabi, pada zaman kebangkitan Eropa dari abad gelapnya malah dijuluki dengan Guru Kedua Logika.
Kemudian menyusullah zaman kemunduran dibidang mantiq atau logika karena dianggap terlalu memuja akal. Di antara ulama-ulama besar islam seperti Muhyiddin An-Nawawi, Ibnu Shalah, Taqiyuddin ibnu Taimiyah, Syadzuddin at-Taftsajani malah mengharamkan mempelajari ilmu mantiq. Namun komunitas ulama dan cendikiawan Muslim membolehkan bahkan menganjurkan untuk mempelajarinya sebagai penyempurna dalam menginterpretasikan hadits dan al-Qur’an.

Sejarah Logika

Sesungguhnya, sejak Thales (624-548 SM), filsuf Yunani pertama, meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan ceritera-ceritera isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta, sejak saat itulah ia meletakkan dasar-dasar berpikir logis. Bahkan, ketika Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (prinsip atau asas pertama) alam semesta, ia telah memperkenalkan logika induktif. Ia mengatakan begitu dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu, misalnya air jiwa tumbuhan, darah jiwa hewan dan manusia, uap dan es adalah air maka penalaran induktifnya adalah
Air adalah jiwa tumbuhan
Air adalah jiwa hewan
Air adalah jiwa manusia
Air jugalah uap
Air jugalah es

Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, ayng berarti, air adalah alam semesta (arkhe).
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sejak Thales, logika telah mulai berkembang. Semua filsuf sesudah Thales pun telah berperan serta dalam pengembangan logikaa meskipun istilah logika belum dikenal. Filsuf yang pertamakali menjadikan logika sebagai ilmu adalah Aristoteles sehingga dapat disebut sebagai logika scientia, meskipun ia sendiri belum menggunakan istilah logika sebagai nama ilmu tersebut. Dan logika logika disebut, antara lain adalah analitika, yang secara khusus meneliti berbagai argumentai yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles ialah silogisme. Dan silogisme itulah yang sesungguhnya merupakan penemuan murni Aristoteles dan yang terbesar dalam logika.
Istilah logika pertama kali digunakan oleh Zeno dari Citium (334-262 SM) , pelopor kaum Stoa. Kaum Stoa itulah yang mengembangkan bentuk-bentuk argumen disyungtif dan hipotetis. Puncak kejayaan kaum Stoa ialah katika Chrysippus (280-207 SM) menjadi pimpinan mereka (pimpinan ketiga dan terbesar) sehingga lahirlah istilah “tanpa chrysippus, Stoa tidak akan pernah ada” Chrysippus mengembangkan logika menjadi bentuk-bentuk penalaran yang sistematis.
Kemudian dua orang doctor medis, Galenus (130-200 M) dan Sextus Empiricus (sekitar 200 M) mengembangkan ligika dengan menerapkan metode geometri. Porphyrius (232-305) murid dan editor karya tulis Plotinus, membuat suatu pengantar (eisagoge) pada categoriae Aristoteles.
Pada abad ke-7 Masehi berkembanglah agama islam di jazirah Arab dan pada abad ke-8, agama ini telah dipeluk secara meluas ke Barat sampai perbatasan Perancis sampai Thian Shan. Dizaman kekuasaan khalifah Abbasiyyah sedemikian banyaknya karya-karya ilmiah Yunani dan lainya diterjemahkan ke dalam bahasa, sehingga ada suatu masa dalam sejarah islam yang dijuluki dengan Abad Terjemahan. Logika karya Aristoteles juga diterjemahkan dan diberi nama Ilmu Mantiq.
Di antara ulama dan cendikiawan muslim yang terkenal mendalami, menerjemah dan mengarang di bidang ilmu Mantiq adalah Abdullah bin Muqaffa’, ya’kub Ishaq Al-Kindi, Abu Nasr Al-farabi, Ibnu Sina, Abu Hamid Al-Gahzali, Ibnu Rusyd, Al-Qurthubi dan banyak lagi yang lain. Al-Farabi, pada zaman kebangkitan Eropa dari abad gelapnya malah dijuluki dengan Guru Kedua Logika.
Kemudian menyusullah zaman kemunduran dibidang mantiq atau logika karena dianggap terlalu memuja akal. Di antara ulama-ulama besar islam seperti Muhyiddin An-Nawawi, Ibnu Shalah, Taqiyuddin ibnu Taimiyah, Syadzuddin at-Taftsajani malah mengharamkan mempelajari ilmu mantiq. Namun komunitas ulama dan cendikiawan Muslim membolehkan bahkan menganjurkan untuk mempelajarinya sebagai penyempurna dalam menginterpretasikan hadits dan al-Qur’an.
Abad kedua belas atau ketiga belas, kaya tulis dibidang logika yang masih digunakan ialah Categoriae dan De interpretation Aristoteles serta Eisagoge Porthyrius. Pada abad ketiga belas sampai lima belas, muncullah logika modern dengan tokoh-tokohnya antara lain Petrus Hispanus (1210-1278), Roger Bacon (1214-1292), Raymundus Lullus (1232-1315), dan William Ockham (1285-1349).
Kendatipun logika modern telah dikembangkan, logika Aristoteles tetap digunakan dan dikembangkan secara murni. Logika Aristoteles diteruskan oleh Thomas Hobbes (1588-1679) dan John Locke (1632-1704). Francis Bacon (1561-1626) mengembangkan logika induktif, sedangkan Gottfried Wilhem Leibniz (1646-1716), George Boole (1815-1864), John Venn (1834-1923) dan Gottlob Frege (1848-1925) dikenal sebagai para pelopor logika simbolik. Kemudian logika simbolik dilengkapi oleh Charles Sanders Peirce (1839-1914) dengan menafsirkan logika selaku teori umum mengenai tanda dan melahirkan dalil yang disebut dalil peirce (peirce’s law). Logika simbolik mencapai puncaknya lewat karya Alfred North Whitehead (1861-1947) dan Bertrand Arthur William Russell (1872-1970) berjudul Principia Mathematica, dan logika simbolik ini diteruskan oleh Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Rudolf Carnap (1891-1970), Kurt Godel (1906-1978).

Logika - Proposisi

Proposisi adalah suatu pernyataan dalam bentuk kalimat yang memiliki arti penuh dan utuh. Proposisi logika terdiri atas tiga bagian utama yaitu subjek, predikat, dan kopula. Kopula ialah kata yang menghubungkan subjek dan predikat. Sering kali proposisi memiliki pembilang yang mengacu kepada kuantitas subjek. Contohnya “semua manusia adalah fana”
Semua = pembilang
Manusia = subjek
Adalah = kopela
Fana = predikat


Dalam kalimat bahasa Indonesia selaku bahasa yang tidak berflaksi, kopula tidak dibutuhkan. Namun, dalam proposisi logika, kopula merupakan keharusan, oleh karena itu, dalam proposisi-proposisi logika yang berbahasa berbahasa Indonesia, kopula tetap digunakan. Kata-kata yang dapat digunakan sebagai kopula dalam bahasa Indonesia ailah adalah, ialah, itu dan lain sebagainya.
Klasifikasi Proposisi
1. Proposisi kategoris adalah proposisi yang sifat pengakuan atau pengingkaran tidak disertai dengan syarat.
2. Proposisi Hipotetis adalah proposisi yang sifat pengakuan atau pengingkarannya selalu disertai dengan syarat

1) Klasifikasi proposisi kategoris
a. Berdasarkan jenis kata pada term subyek dan predikat.
(a). Proposisi kategoris standar.
(b). Proposisi kategoris tidak standar
b. Berdasarkan kuantitasnya.
(a). Proposisi singular
(b). Proposisi partikular
(c). Proposisi universal
c. Berdasarkan kualitasnya.
(a). Proposisi afirmatif
(b). Proposisi negatif
d. Berdasarkan kuantitas dan kualitasnya
(a). Proposisi universal afirmatif. A
(b). Proposisi Partikular afirmatif. I
(c). Proposisi singular afirmatif. A
(d). Proposisi universal negatif. E
(e). Proposisi partikular negatif. O
(f). Proposisi singular negatif. E
Keterangan
Huruf A dan I, diambil dari kata affirmo/affirmare, berarti saya mengakui/mengiyakan.
Huruf O dan E, diambil dari kata Nego/negare, berarti saya menyangkal.
Distribusi term dalam proposisi
Distribusi term dalam proposisi logika adalah penunjukan luas cangkupan atau sebaran term dari suatu subjek atau predikat dalam suatu proposisi. Term yang berdisrtibusi ialah term yang meliputi keseluruhan ekstensi term tersebut. Term yang tidak berdistribusi ialah term yang tidak meliputi keseluruhan ekstensi.
1. Proposisi A, term subjek berdistribusi, dan term predikat tidak berdistribusi.
Contoh : semua burung adalah hewan
- Semua burung : subjek berdistribusi karena mencakup seluruh jenis burung
- Hewan : predikat tidak berdisrtibusi kerena tidak semua hewan adalah burung
2. Proposisi E, term subjek berdistribusi, dan term predikat berdistribusi.
Contoh : semua presiden bikanlah kaisar
- Semua presiden : subjek berdistribusi karena meliputi seluruh presiden
- Kaisar : predikat berdistribusi karena menunjukkan semua kaisar, proposisi negative predikat tidak membatasi dan dibatasi oleh subjek
3. Proposisi I, term subjek tidak berdistribusi, dan term predikat tidak perdistribusi
Contoh : sebagian manusia adalah pemarah
- Sebagian manusia : subjek tidak berdistribusi karena tidak meliputi seluruh manusia
- Pemarah : predikat tidak berdistribusi karena pemarah hanya meliputi sebagian manusia dan tidak semuanya.
4. Proposisi O, term subjek tidak berdistribusi, dan term predikat berdistribusi
Contoh : sebagian manusia tidaklah cerdik
- Sebagian manusia : subjek tidak berdistribusi karena tidak meliputi seluruh manusia
- Cerdik : predikat berdistribusi karena meliputi semua ekstensi dari yang cerdik dan ia tidak membatasi dan dibatasi term subjek.